Selasa, 25 September 2018

PEMBESARAN IKAN BAWAL AIR TAWAR



       

1.  PENDAHULUAN

Bagi sebagian masyarakat, terutama yang tinggal di daerah pantai, ikan bawal bukanlah barang aneh. Ikan yang ditangkap di laut ini banyak dijual di pasar maupun swalayan. Ikan bawal mempunyai daging yang rasanya enak dan kandungan gizinya tergolong tinggi. Tak   heran bila ikan bawal sangat digemari masyarakat. Namun, karena harganya cukup mahal, tidak semua lapisan masyarakat mampu membelinya, terlebih bagi orang yang berpenghasilan pas-pasan.
 Akhir-akhir ini muncul ikan jenis baru yang namanya sama, tetapi lingkungan hidupnya berbeda. Bawal jenis baru ini hidup di air  tawar,  bukan  di laut.  Karena  bentuk  tubuhnya  mirip  dengan  bawal laut dan hidupnya di air tawar, maka masyarakat menyebutnya bawal air tawar. Di kalangan petani ikan, ikan ini cukup disebut bawal. Rasa daging dan kandungan gizinya tidak kalah dengan bawal laut.  Akan tetapi,  harganya  tidak  mahal  dan  bisa  dijangkau  oleh berbagai lapisan masyarakat sehingga wajar saja bila ikan ini pun banyak dicari orang.

 Dari Ikan Hias Menjadi Ikan Konsumsi
Ikan bawal air tawar di Indonesia mempunyai sejarah sedikit berbeda dengan jenis ikan lainnya. Sebagian besar ikan yang ada di Indonesia, hiasanya kalau  tidak dijadikan sebagai ikan konsumsi, Ikan tersebut dijadikan ikan hias. Namun, ikan bawal air tawar justru bisa berfungsi kedua-duanya. Pada saat benih, bawal air tawar dijadikan ikan hias, sedangkan ikan yang sudah besar dijadikan ikan konsumsi. Sampai sekarang selain diperjualkan sebagai ikan hias, bawal juga diperdagangkan sebagai ikan konsumsi.
Bawal air tawar menjadi ikan hias boleh dibilang wajar karena bentuk tubuhnya cukup unik, pipih seperti ikan discus. Selain itu, warnanya menarik, gerakannya mempesona, dan mempunyai sifat bergerombol bila dipelihara dalam jumlah banyak. Oleh karenanya, ikan ini, terutama yang masih kecil, sering dipelihara dalam akuarium yang dipajang di dalam rumah.
Menjadi ikan konsumsi, bawal pun juga boleh dibilang wajar karena pertumbuhannya cepat dan dapat mencapai ukuran besar (500 gram). Dari hasil uji coba di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi dan pengalaman beberapa orang petani di Bogor dan Sukabumi, bawal yang berumur 6 minggu sudah bisa mencapai berat 3 gram, umur 12 minggu bisa mencapai 25 gram, umur 6 bulan sudah mencapai ukuran konsumsi, yaitu 500 gram. Di habitatnya, ikan bawal dapat mencapai berat 30 kg.
Ikan Negeri Samba
Dilihat asal usulnya, bawal bukanlah ikan asli Indonesia, tetapi  berasal dari negeri Samba, Brazil. Ikan ini dibawa ke Indonesia oleh para importir ikan hias dari Singapura dan Brazil pada tahun 1980. Selain ke Indonesia, ikan bawal pun sudah tersebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Di setiap negara, ikan ini mempunyai nama yang berlainan. Di Indonesia ikan ini disebut bawal karena mirip dengan bawal laut; di Amerika dan Inggris disebut red bally pacu karena bagian perutnya berwarna kemerahan; di Peru disebut gamitama; dan di Venezuela disebut cachama. Di negara asalnya, ikan ini disebut tambaqui. Adapun nama ilmiahnya adalah Colossoma macropomum.
Meskipun kedudukan ikan bawal belum bisa disejajarkan dengan ikan-ikan konsumsi lainnya, tetapi kehadirannya memiliki arti tersendiri, terutama dalam memperkaya khasanah ikan budidaya di Indonesia. Bila telah populer, tidak menutup kemungkinan ikan bawal dapat mengalahkan kedudukan ikan-ikan lainnya.
              
Usaha pembesaran dilakukan dengan maksud untuk memperoleh ikan ukuran konsumsi atau ukuran yang disenangi oleh konsumen. Pembesaran ikan bawal dapat dilakukan di kolam tanah maupun kolam permanen, baik secara monokultur maupun polikultur. Bawal air tawar saat ini banyak diminati sebagai ikan konsumsi dan cocok untuk dibudidayakan di Kabupaten Magelang. Ikan Bawal mempunyai beberapa keistimewaan antara lain :

-       Pertumbuhannya cukup cepat
-       Nafsu makan tinggi serta termasuk pemakan segalanya (OMNIVORA) yang condong lebih banyak makan dedaunan
-       Ketahanan yang tinggi terhadap kondisi limnologis yang kurang baik
-       Disamping itu rasa dagingnya pun cukup enak, hampir menyerupai daging ikan Gurami


2.  PERSIAPAN KOLAM

Kolam untuk pemeliharaan ikan bawal dipersiapkan seperti halnya ikan air tawar lainnya. Persiapan kolam ini dimaksudkan untuk menumbuhkan makanan alami dalam jumlah yang cukup.
1.  Mula-mula kolam dikeringkan sehingga tanah dasarnya benar-benar kering.
Tujuan pengeringan tanah dasar antara lain
a.  Membasmi ikan-ikan liar yang bersifat predator atau kompetitor (penyaing makanan).
b.  Mengurangi senyawa-senyawa asam sulfida (H2S) dan senyawa beracun lainnya yang terbentuk selama kolam terendam.
c.   Memungkinkan terjadinya pertukaran udara (aerasi) dipelataran kolam, dalam proses ini gas-gas oksigen (02) mengisi celah-celah dan pori-pori tanah.
2.  Sambil menunggu tanah dasar kolam kering, pematang kolam diperbaiki dan diperkuat untuk menutup kebocoran-kebocoran yang ada.
3.  Setelah dasar kolam benar-benar kering dasar kolam perlu dikapur dengan kapur tohor maupun dolomit dengan dosis 25 kg per 100 meter persegi. Hal ini untuk meningkatkan pH tanah, juga dapat untuk membunuh hama maupun patogen yang masih tahan terhadap proses pengeringan.
4.  Kolam pembesaran tidak mutlak harus dipupuk. Ini dikarenakan makanan ikan bawal sebagian besar diperoleh dari makanan tambahan atau buatan. Tapi bila dipupuk dapat menggunakan pupuk kandang 25 - 50 kg/100 m2 dan TSP 3 kg/100 m2. Pupuk kandang yang digunakan harus benar-benar yang sudah matang, agar tidak menjadi racun bagi ikan.
5.  Setelah pekerjaan pemupukan selesai, kolam diisi air setinggi 2-3 cm dan dibiarkan selama 2-3 hari, kemudian air kolam ditambah sedidit demi sedikit sampai kedalaman awal 40-60 cm dan terus diatur sampai ketinggian 80-120 cm tergantung kepadatan ikan. Jika warna air sudah hijau terang, baru benih ikan ditebar (biasanya 7~10 hari setelah pemupukan).

3.  PEMILIHAN DAN PENEBARAN BENIH.

1.  Pemilihan benih.
a.  Pemilihan benih mutlak penting, karena hanya dengan benih yang baik ikan akan hidup dan tumbuh dengan baik.
b.  Adapun ciri-ciri benih yang baik antara lain Sehat, Anggota tubuh lengkap, Aktif bergerak, Ukuran seragam, tidak cacat, Tidak membawa penyakit, jenis unggul.
2.  Penebaran benih
Sebelum benih ditebar perlu diadaptasikan, dengan tujuan agar benih ikan tidak dalam kondisi stress saat berada dalam kolam. Cara adaptasi : ikan yang masih terbungkus dalam plastik yang masih tertutup rapat dimasukan kedalam kolam, biarkan sampai dinding plastik mengembun. Ini tandanya air kolam dan air dalam plastik sudah sama suhunya, setelah itu dibuka plastiknya dan air dalam kolam masukkan sedikit demi sedikit kedalam
plastik tempat benih sampai benih terlihat dalam kondisi baik. Selanjutnya benih ditebar/dilepaskan dalam kolam secara perlahan-lahan.

4.  KUALITAS PAKAN DAN CARA PEMBERIAN

Kualitas dan kuantitas pakan sangat penting dalam budidaya ikan, karena hanya dengan pakan yang baik ikan dapat tumbuh dan berkembang sesuai dergan yang kita inginkan. Kualitas pakan yang baik adalah pakan yanq mempunyai gizi yang seimbang baik protein, karbohidrat maupun lemak serta vitamin dan mineral. Karena ikan bawal bersifat omnivora maka makanan yang diberikan bisa berupa daun-daunan maupun berupa pelet. Pakan diberikan 3-5 % berat badan (perkiraan jumlah total berat ikan yang dipelihara). Pemberian pakan dapat ditebar secara langsung.


5.  PEMUNGUTAN HASIL

Pemungutan hasil usaha pembesaran dapat dilakukan setelah ikan bawal dipelihara 4-6 bulan, waktu tersebut ikan bawal telah mencapai ukuran kurang lebih 500 gram/ekor, dengan kepadatan 4 ekor/m2. Biasanya alat yang digunakan berupa waring bemata lebar. Ikan bawal hasil pemanenan sebaiknya penampungannya dilakukan ditempat yang luas (tidak sempit) dan keadaan airnya selalu mengalir.

Diposkan oleh Hari Sampurno 

Selasa, 04 September 2018

Menghasilkan Udang Windu Berkualitas



Udang windu (penaeus monodon) merupakan salah satu hasil perikanan yang masih memiliki nilai jual tinggi.
Wajar jika masyarakat petani tambak tetap antusias melakukan usaha budi daya, meski penyakit terkadang tidak bersahabat dalam melakukan budi daya di tambak. Padahal, tak jarang petambak mengalami kerugian jutaan rupiah.  
Kini, daya beli masyarakat memang sedikit menurun. Tapi, itu bukanlah suatu alasan untuk tidak mengembangkan budi daya udang ini. Pasalnya, pangsa pasar luar negeri tetap terbuka kerannya, sehingga berapapun jumlah produksi udang windu yang dihasilkan petambak, akan tetap terserap. Belum lagi pangsa pasar dalam negeri yang juga masih tetap terbuka, sehingga wajar saja jika petambak tetap gigih dan tanpa menyerah dalam budi daya udang windu.  
Salah satu contoh di pasar tradisional seperti di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Rajawali dan Paotere, Makassar Sulsel, di mana udang windu masih tetap banyak dijual dan pembelinya pun cukup lumayan, sehingga pedagang tidak terlalu repot dalam memasarkannya. Hal itu dilihat sendiri oleh penulis dalam setiap kunjungan rutin sekali seminggu ke TPI yang ada di daearah ini.
Belum lagi di pasar swalayan dan restoran-restoran atau hotel-hotel berbintang juga menu udang windu tetap menjadi primadona. Bahkan rumah-rumah makan pun tidak luput dari sajian ini, sehingga masih sangat bagus dalam pemasarannya.
Dampak Krisis Global
Krisis keuangan global yang dimulai dari negara adidaya Amerika Serikat (AS) itu membuktikan bahwa kapitalisme tidak terkendali sehingga menyebabkan kerawanan ekonomi, bahkan menyebar ke negara lain yang merupakan pasar tujuan ekspor produk Indonesia.
Namun, dengan adanya krisis yang berdampak pada melemahnya daya beli masyarakat, gaya hidup berubah, berkurangnya permintaan, harga turun, perebutan pasar, persaingan sempurna dan pembayaran sulit.  
Khusus di bidang perikanan juga tidak kalah pentingnya sebab selain daya beli konsumen turun juga beberapa bank kredit dilikuidasi, bahkan importir melakukan stop buying/pembatalan kontrak atau melakukan negosiasi kontrak. Padahal sektor perikanan sebagai salah satu andalan ekspor Indonesia akan terkena dampak. Dan diperkirakan akan terjadi penurunan ekspor hasil perikanan antara 15-20 persen.  
Padahal, jika dilihat dari catatan ekspor udang Indonesia di mana volume tahun 2005 mencapai 153.906 ton dan nilai USD 948.130, tahun 2006 volume 169.329 ton dengan nilai USD 1.115.963, tahun 2007 volume 157.545 ton, nilai USD 1.029.935, sedangkan pada tahun 2008 per Agustus volume ekspor sudah mencapai 115.198 ton dengan nilai USD 782.721. Sedangkan tujuan ekspor udang Indonesia tahun 2007 yaitu Amerika Serikat sebesar 37 persen, Jepang 31 persen dan Uni Eropa sebanyak 18 persen.  
Berdasarkan data pada tahun 2005 berada pada urutan kedua setelah Thailand sebagai ekspor utama udang ke Amerika Serikat. Pada tahun 2006, Indonesia hanya menduduki peringkat ke empat setelah Thailand, China, dan Equador. Namun pada tahun tahun 2007 kembali naik ke posisi di mana peringkat pertama diduduki oleh negara Thailand, Equador, Indonesia, China dan Mexico.  
Melihat kenyataan tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dari beberapa negara di Asia, padahal jika dilihat dari jumlah lahan dan luas wilayahnya, maka wajar kalau Indonesia menduduki peringkat pertama dalam memasok udang dunia.  
Tapi fakta berkata lain sehingga sektor ini perlu lebih ditingkatkan lagi di masa akan datang, karena peluang masih terbuka lebar untuk meraih peringkat pertama dalam memasok udang ke luar negeri, sisa bagaimana menggenjot produksi sehingga apa yang akan diinginkan itu dapat tercapai.  
Pesaing Sedikit  
Bila kita memiliki kepekaan dalam memberikan motivasi kepada petani tambak, baik pemerintah maupun swasta untuk selalu memberikan dorongan dan perbaikan ke arah yang lebih baik guna mempertahankan mutu dari produk yang dihasilkannya itu, maka udang asal Indonesia tetap akan dicari kemana pun dia pergi.  
Oleh karena itu, budi daya udang windu yang selama ini digeluti masyarakat petani tambak dalam budi daya udang perlu bersyukur lantaran selain harganya yang masih tergolong tinggi dan disukai banyak orang, juga pesaing dalam artian bahwa negara yang melakukan budi daya udang windu tergolong sedikit, sehingga peluang untuk tetap mengembangkan usaha ini tetap menjadi modal utama.  
Nah, negara penghasil udang windu di dunia adalah Thailand, Vietnam dan Malaysia. Jadi, ketiga negara ini yang merupakan saingan berat Indonesia dalam memasok udang dunia, sehingga ini berarti bahwa peluang untuk budi daya "Si bongkok" tetap menjanjikan masa depan karena memang ukurannya tergolong besar-besar.  
Apalagi "si Black Tiger" memang hidupnya di negara-negara Asia Tenggara, sehingga yang dekat-dekat saja dengan Indonesia menjadi pesaing. Berbeda dengan udang putih (Vannamei) yang nyata-nyata induknya diekspor dari Amerika Latin, bahkan dapat dikatakan hampir seluruh dunia dapat mengembangkannya sehingga pesaingnya juga sangat banyak.  
Jadi untuk mengembangkannya sangat sulit atau paling tidak mengalami sedikit kendala. Sebab selain induknya didatangkan dari luar negeri, juga ukurannya kecil-kecil dan kebiasan petani tambak khususnya di daerah ini masih dipertanyakan, sehingga wajar jika udang windu tetap menjadi perhatian semua petambak khususnya di Sulawesi Selatan.  
Olehnya itu, yang menjadi perhatian adalah pengadaan induk untuk menghasilkan bibit (benur). Pasalnya, induk ini sangat menentukan kualitas benur sebab kapan induknya "sakit" berarti sudah pasti juga bahwa benur yang dihasilkannya itu juga ikut terkena penyakit. Jangankan induknya sakit, sehat pun jika benurnya sudah dipindahtangankan, terkadang mengalami sedikit gangguan.  
Dengan demikian maka Hatchery (tempat pembenihan udang) yang merupakan salah satu penghasil benur dapat diandalkan oleh masyarakat, karena dalam pemikiran petambak bahwa hatchery masih lebih baik dari yang lain untuk menghasilkan benur atau benih udang.
Penggelondong  
Dengan adanya penggelondong, maka dalam hal ini bukan hanya satu-satunya hatchery yang mesti perhatikan benurnya. Tapi juga setelah pindah tangan atau yang lebih dikenal masyarakat dengan "penggelondongan" atau pembesaran benur sebelum ditebar ke tambak.
Penggelondong (orang/pengusaha) ini biasanya membeli dengan porsi banyak kepada hatchery lalu menyimpannya di dalam bak atau tambak yang ukuran kecil. Selama penyimpanan benur tersebut, maka sudah pasti bahwa jaminan untuk kesehatan udang terkadang disangsikan lagi.  
Sebab kebanyakan para penggelondong ini kurang memperhatikan aspek kesehatan benurnya. Yang penting "ada uang, ada udang", sehingga masyarakat yang ingin beli benur ke hatchery yang jumlahnya hanya 1.000-2.000 ekor merasa berat, karena selain tempatnya jauh juga membutuhkan biaya yang agak besar. Bahkan juga pihak hatchery terkadang tidak melayani pembeli jika permintaannya sedikit.  
Oleh karena itu, kebanyakan petambak biasanya membeli benur ke penggelondong. Pasalnya, selain tempatnya dekat juga jumlah yang akan dibelinya itu relatif sedikit, sehingga sasarannya ke penggelondongan.  
Melihat animo masyarakat kecil yang ingin budi daya udang di tambak, maka segala upaya dilakukan mulai dari persiapan lahannya hingga persiapan penebaran, tapi toh terkadang udang yang dibudidayakan itu tetap terserang penyakit.  
Meski juga pihak hatchery berusaha menghasilkan benur yang baik (berkualitas) dan bebas dari penyakit, tapi kalau pihak penggelondong kurang memperhatian tentang kesehatan benurnya, maka tetap petani tambak yang merasakan dampaknya. Sebaliknya, pihak penggelondong hanya meraup keuntungan semata.  
Jadi yang harus mendapat perhatian dalam kesehatan udang adalah pihak penggelondong, karena air yang ada di bak atau tambak (tempat penggelondongan) rentan terhadap penyakit. Betapa tidak, jika sedikit saja air dalam bak penggelondongan terkena penyakit, lalu benur dari hatchery disimpan sekejap maka sudah pasti bahwa benur yang akan dibeli petani dan akan ditebar ke tambak juga sudah jelas terinfeksi atau terkontaminasi oleh penyakit tersebut, meski secara kasak mata masih kelihatan sehat dan tidak ada masalah karena pergerakannya tetap lincah.  
Nah, jangan heran jika hanya dalam waktu sebulan lebih atau masuk dua bulan pemeliharaan di tambak, maka benur yang ditebar tadinya sudah mengalami gangguan alias sudah sakit. Ini menandakan bahwa selain pengusaha hatchery yang mempertahankan mutunya juga para penggelondong harus menjaga kesehatan udang tersebut, sehingga kesinambungan hasil budi daya udang windu di Sulawesi Selatan tetap berlanjut.  
Jika ini semua bisa dipertahankan maka sudah pasti bahwa petambak yang telah melakukan persiapan lahan dengan matang, juga hatchery dan penggelondong tetap manjaga kesehatan udangnya, maka hasil yang akan didapatkan para petambak tersebut akan sesuai dengan harapan banyak orang. Oleh karena itu, penggelondong juga harus benar-benar selalu memperhatikan semua hal-hal yang dapat merusak atau merugikan petambak yang sudah lama bergelut di dunia pertambakan.  
Mudah-mudahan semua pihak tetap mematuhi semua unsur-unsur yang dapat merugikan orang lain, sehingga sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama maka pihak-pihak yang terkait dalam usaha budi daya udang windu agar tetap mempertahankan mutu dan kualitas yang akan dujualnya. Semoga!
Diposkan oleh Munawaroh,SP.