Waktu di dasar laut berkedalaman 5—6 m. Sebuah tang aluminium
memotong-motong cabang Acropora kimbeensis. Hasil potongan dibawa ke
daratan untuk ditumbuhkan di dalam mangkuk berisi semen. Tujuh bulan
kemudian karang siap dipanen. Sebelum ditanam, potongan-potongan karang
itu dibersihkan dari lendir dalam bak berukuran 10 m x 1 m x 50 cm.
Selanjutnya setiap potongan ditancapkan di dalam mangkuk terbuat dari
campuran semen dan pasir dengan perbandingan 1:4. Sebagai perekat
dipakai semen. Karang yang akan ditumbuhkan itu didiamkan dalam bak air
laut bersalinitas 33 ppt selama 2—3 hari. Selanjutnya mereka diletakkan
di mangkuk-mangkuk berisi potongan karang dalam anjang-anjang yang
terbuat dari kayu meranti. Agar kuat, tiap mangkuk dilekatkan ke tali
senar yang terpasang di kanan kiri baris anjang-anjang. Proses itu belum
berakhir. Anjang-anjang lantas dipindahkan ke laut dan diletakkan dalam
meja persegi panjang berpondasi beton. Selama 30 hari karang-karang itu
tampak stres. Itu terlihat dari lapisan kerak atau encrusting yang
terbentuk setebal 1—2 cm di atas substrat. Namun, dari lapisan kerak itu
bermunculan polip-polip yang akan membentuk cabang karang baru. Dalam
waktu 7 bulan karang sudah membentuk lebih dari 4 cabang dan siap
dipanen. Panen dilakukan dengan cara mengangkat anjang-anjang ke
daratan, lalu ditaruh dalam bak 10 m x 1 m x 50 cm. Sebelum dikemas,
substrat yang tertutup lumut dan alga digosok. Setelah bersih, dasar
substrat diikatkan ke gabus agar mengapung saat dimasukkan ke dalam
kantong plastik berisi air hasil aerasi dengan skimmer. Oksigen
ditambahkan ke dalam kantong plastik agar karang dapat bertahan hingga
48 jam perjalanan. Setelah itu plastik diikat dan dimasukkan dalam boks
berkapasitas 15 kantong yang diberi lubang di kanan-kirinya. Supaya
tetap segar, di atas plastik diberi bongkahan es lalu ditutup selembar
plastik. Boks styrofoam itu dimasukkan dalam boks karton berlapis
plastik. Karang-karang hasil budidaya pun siap dikirim ke negara tujuan.
Berpolip kecil
Itulah
proses transplantasi karang yang rutin dilakukan PT Purawisata Baruna,
unit koral, Grup Pura, di Pulau Sambangan, Kepulauan Karimunjawa, sejak
2002. Sebanyak 42.000 karang hasil budidaya diekspor ke Eropa (Belanda,
Jerman, Perancis, Italia, dan Spanyol), Amerika Serikat, dan Asia
(Hongkong, China, Singapura, dan Arab). Jumlah itu sesuai dengan izin
ekspor yang tertuang dalam SK Dirjen PHKA nomor SK 53/IV/IV-KKH/2007
tentang Penetapan Pembagian Kuota Ekspor Tumbuhan dan Satwa Liar 2007.
Bukan
tanpa alasan perusahaan yang dikomandoi Jacobus Busono itu giat
melakukan transplantasi. “Keragaman karang di sini tak kalah dengan
Kepulauan Seribu atau Rajaampat di Papua. Namun, bila terus diambil maka
akan punah,” kata Dwi Murtono, ST, pimpinan unit. Adanya transplantasi
membuat ketersediaan karang melimpah dan tidak habis meski diekspor.
Dampaknya, kehidupan terumbu karang tetap berlangsung harmonis. Yang
ditransplantasi adalah jenis small polyp stony (karang batu berpolip
kecil, red), seperti genus acropora, montipora, pocillopora, dan
hydnopora. “Hampir 90% jenis-jenis itu karena memang pertumbuhannya
cepat, terutama yang berbentuk cabang dan foliosa (daun),” kata Dwi.
Sisanya jenis large polyp stony yang kebanyakan berbentuk massive
(keras) dan submassive. “Masih dalam percobaan,” tambahnya. Itu lantaran
bentuk massive dan submassive bulat dan keras bak batu sehingga sulit
dipecah. Ditambah lagi pertumbuhannya lambat. “Setahun hitungannya
milimeter,” tutur Dwi.
Achantastrea
Tingkat keberhasilan
pencangkokan karang jenis-jenis itu mencapai 80%. Keberhasilan itu
berkat kerja sama dengan zoocanthellae yang hidup dalam polip karang.
“Zooxanthellae membantu penyerapan matahari untuk proses fotosintesis,”
ujar Wisnu Widjatmoko, MSc. Menurut lulusan Biologi Karang Universitas
Ryukios, Jepang itu matahari dibutuhkan karang sebanyak 95% untuk
menghasilkan energi. Dari 80% yang berhasil dicangkok, 20%-nya
dikembalikan ke alam—reseeding. Tujuannya untuk pelestarian terumbu
karang. Karang yang dilepas ke alam ditaruh di dalam beton berukuran 40
cm x 40 cm. Letaknya berdekatan dengan karang yang tumbuh di alam.
Keberhasilan mencangkok bukan berarti tanpa kematian. Sebanyak 20%
karang mati gara-gara hama dan sedimentasi yang menyerang saat
dipindahkan ke laut. Hama yang kerap mengganggu adalah Achantastrea
plantii. Keluarga karang yang memiliki ratusan kaki itu memakan jaringan
karang di dekatnya. Achantastrea itu bermunculan ketika bahan organik
dan populasi karang padat. “Saat jumlah achantastrea melimpah, dalam
sehari semua karang yang ditransplansi mati,” ujar Dwi. Hama lain adalah
pinthaster yang berbentuk seperti bola. Ia sama ganasnya dengan
achantastrea yang memakan polip karang. Selain jenis karang lain yang
menjadi predator, alga pun mengganggu kehidupan karang. Contohnya alga
ulfa dan spadina yang muncul setiap Agustus -Oktober. Keduanya menempel
di substrat lalu menjalar sampai ke polip. Akibatnya tubuh karang
tertutup dan tak dapat menyerap matahari.
Sedimentasi
Peletakkan
anjang-anjang yang salah menjadi ancaman serius keberhasilan
tranplantasi. Garagara salah pemilihan tempat, PT Purawisata Baruna
harus menanggung kematian transplantasi sebanyak 50%. Itu akibat
kesalahan meletakkan 20 anjang-anjang. Di kedua tempat itu arus laut
kurang sehingga alga yang menjadi makanan karang menjadi sedikit. Selain
arus, sedimentasi menjadi ancaman lain ketika salah meletakkan
anjang-anjang. Saat upwelling (arus dari dasar laut naik ke atas, red)
materi lumpur dan pasir akan terseret ombak. Laut menjadi keruh, materi
menutupi polip, dan sinar matahari tidak dapat diserap. Akibatnya biota
mati. Kejadian itu pernah menimpa pantai utara Jawa. Dari muara sungai
limbah pabrik terbawa ke laut saat banjir. Dalam kondisi itu
transplantasi karang akan mengalami kegagalan. Kekeruhan air dapat
diukur dengan memakai tutup kaleng yang dicat hitam atau putih. “Warna
apa saja bisa asal kontras dengan warna laut,” kata Arif Budiwibowo SPi,
kepala operasional PT Purawisata Baruna. Saat tutup kaleng sudah tidak
terlihat pada kedalaman 30 cm tandanya air laut keruh. Artinya sinar
matahari tidak dapat diserap zooxanthellae karena terhalang oleh
materi-materi sedimentasi. Untuk mengatasinya Arif merelokasi
anjanganjang ke belakang pulau yang berjarak 200 m dari bibir pantai.
Lokasi itu dipilih karena berarus sedang, tidak terlalu deras atau
lemah. Arus sedang cocok untuk karang-karang dangkal seperti jenis-jenis
yang dibudidayakan perusahaan yang berpusat di Jepara itu. Tak hanya
itu saja, lokasi harus datar agar anjanganjang kuat saat diterjang arus.
Hal lain, tempat anjang-anjang harus terhindar dari terjangan angin
barat atau timur.
Dalam akurium
Proses transplantasi dapat juga
dilakukan dalam akuarium. Seperti uji coba yang dilakukan Dr Unggul
Aktani dan Center for Coastal and Marine Resources Studies Institut
Pertanian Bogor pada 2004. Saat itu 5 cabang A. yongei dilekatkan dalam
substrat campuran pasir dan semen, kemudian ditata dalam anjang-anjang.
Anjanganjang tidak perlu dibawa ke laut, melainkan tetap dalam akuarium.
“Yang terpenting kualitas air,” ujar Unggul. Agar sesuai dengan kondisi
di laut, air yang dipakai
bersalinitas 30—34 ppt. Ketika salinitas
naik lantaran terjadi penguapan, air dalam akuraium perlu ditambah air
tawar. “Sampai nilainya kembali normal,” tambahnya. Untuk mengukur
salinitas dipakai salinometer. Selain kualitas air, ketersediaan pakan
artemia dan udang kecil menentukan keberhasilan pertumbuhan karang.
Pakan itu diberi setiap hari. Sisa pakan dan kotoran diatasi dengan
filter mekanis memakai spon. “Kotoran akan tersedot secara otomatis.
Namun, filter secara rutin harus dibersihkan,” tutur alumnus Ekologi
Terumbu Karang Universitas Bremen Jerman itu. Serangkaian perlakukan itu
meningkatkan keberhasilan transplantasi dalam akuarium mencapai 70%.
Sisanya, 30%, mati. Penyebabnya kualitas air dan perubahan suhu yang
tajam. Di Bogor—tempat percobaan—suhu malam hari turun. Suhu akuarium
pun ikut turun menjadi 24°C. Perlakuan serupa juga diterapkan Daniel
Knop, akuaris asal Jerman. Beragam jenis acropora ditransplantasinya
dalam akuarium. Hasilnya dipakai sebagai ornamen akuarium laut. Itulah
beragam cara transplantasi. Hasil transplantasi, selain dikembalikan ke
alam sebagai wujud pelestarian terumbu karang juga dapat di ekspor ke
mancanegara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar